-->

Kesamaan Timnas U-19 dan Mike Tyson. Jadi Mungkinkah Gaya Bertinju Tyson Diadaptasi TIMNAS U-19 ?

Jika pada posting sebelumnya saya mencoba memberikan hanya sebuah sumbang saran bagi Indra Syafri untuk Timnas U-19, sebagai salah seorang masyarakat Indonesia yang sangat berharap pada Timnas U-19, yang menginginkan agar Timnas U-19 dapat –tidak hanya berbicara – tapi berteriak lantang pada event-event sepak bola besar kedepannya, juga berharap agar timnas u-19 bisa menjadi titik awal dan kunci kebangkitan sepak bola Indonesia, kali ini ingin “melengkapi sumbang saran” dengan sebuah pertanyaan :” Mungkinkah gaya bertinju Mike Tyson diadaptasi Timnas U-19 ?”

Kalau sebelumnya mengharapkan agar Timnas lebih galak dengan memainkan Irama Barongan, bisa jadi yang hanya galak akan menjadi ganas jika seandainya bisa ditambah dengan mengadaptasi gaya bertinju Mike Tyson. Tetapi mengapa harus Mike Tyson ?
Mengapa bukan Muhammad Ali yang artistik atau Holmes yang flamboyan.
Sebab antara Timnas U-19 dan Mike Tyson ada “sedikit beberapa kesamaan”.
( Atau memang sengaja dibuat agar seperti sama …he…he..).

● Ketika awal mula muncul, Mike Tyson amat tidak diperhitungkan
( Sama dengan persepakbolaan Indonesia, kah ? )

● Terlebih Tyson mempunyai postur dan perawakan yang pendek kecil- bahkan boleh dikatakan sebagai mungil untuk ukuran body petinju kelas berat di jamannya yang didominasi dengan ukuran XL, gede-gede.
( Sepertinya postur perawakan orang Indonesia juga tidak gede-gede. Sehingga sering dijadikan kambing hitam ketika mengalami kekalahan ).

● Repotnya lagi Tyson datang dari lingkungan yang kumuh dengan masa lalu yang suram.
( Saya tidak berani mengatakan bahwa masa lalu persepakbolaan Indonesia “kumuh dan suram”, namun beberapa kejadian gonjang-ganjing PSSI beberapa waktu lalu, cukup bagi masyarakat awam untuk menilainya )

● Namun dengan didikan di tangan yang tepat di bawah Cus D’Amato, Mike Tyson kemudian bertransformasi.
( Berharap dan moga-moga saat inilah pelatih Timnas yang benar-benar tepat. Sehingga tidak perlu dan dapat mengikis persepsi “luar negeri minded” ).

● Meski kecil, fisik Mike Tyson kuat.
Bahkan sangat kuat dan tahan pukul. Makanya ia sampai dijuluki Si Leher Beton.
( Dari sekian banyak edisi Timnas yang pernah dikeluarkan, konon hanya Timnas U-19 kali inilah yang mempunyai kondisi fisik yang tergolong ampuh, tahan lama dan joss. Dari hasil pengukuran keseluruhan pemain mempunyai VO max di atas rata-rata. Dan ini sudah terbukti, ketika bermain di AFF, para pemain Vietnam sampai termehek-mehek, kram semua.
Bahkan para pemain dari tim sekelas Korea Selatan pun sampai bernafas lewat telinga ! )

● Gaya bertinju Tyson tidak pernah mengenal istilah mundur.
Maju terus, sikat terus, gasak terus sampai benar-benar KO. Tanpa ampun. Dan lebih hebatnya Tyson juga memiliki “killing punch” yang benar-benar meledak.
Hingga hampir tidak ada satu petinju pun ( di jamannya ) yang mampu menahannya. 1 pukulan langsung jatuh.
Konon gaya bertinju seperti ini dikatakan sebagai type “slugger”.
Makanya dengan gaya bertinjunya yang seperti ini Tyson juga dijuluki dengan “Tank Mini”. Meski mungil apa saja diterobos dan dirobohkannya. Tidak peduli rentetan tembakan pukulan yang menghujaninya. Nah yang ini sepertinya bisa menjadi “catatan” Timnas U-19. Sebab meski masih ada sedikit kesamaan, tapi juga banyak ketidaksamaannya.
( Timnas U-19 selama ini memang menunjukkan sebuah pola dan pemainan yang konsisten. Bola pendek dari kaki ke kaki ( khas Indonesia kah ? atau Barca ? ) yang cantik dan enak dipandang mata.
Dan dengan “ball position” yang dominan. Hanya saja Timnas U-19 sepertinya belum mempraktekkan tahap “Slugger”.Gasak terus, tanpa ampun, sampai KO.
Seandainya Timasn U-19 dapat sedikit lebih galak, ganas dan lugas tentu serangan-serangan Timnas lebih Joss. Dan bila mampu melangkapinye dengan “killing shoots” , 1 serangan - 1 tendangan -1 gol, maka Timnas tidak hanya Joss tapi bahkan Joss Gandozz !

● Bersemangat pantang menyerah dan bermental Juara Tyson kompli dengan hal ini.
Meski dengan segala kekurangannya ia mampu mengatsi hal ini. Terbukti ia bejaya di tinju kelas berat di jamannya.
( Dibawah polesan Indra Syafri para pemain Timnas U-19 – moga juga untuk seluruh Indonesia – mulai sedikiiiit lepas dari rasa rendah diri. “Slave Minded’ yang selalu menganggap orang luar negeri – terutama bule – lebih hebat dari pribumi Indonesia.
Masih teringat segar di benak, untuk memompa semangat anak asuhnya, Indra Syafri berteriak lantang sebelum pertandingan : “ Korea Selatan tidak ada apa-apanya ! “.
Di bawah Indra Syafri pula, semangat 45 digelorakan kembali. Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup dijajah !
Lebih baik mati berkalung bangkai daripada hidup menanggung malu !
Tidak ada kemenangan sebelum peluit akhir berbunyi.
Namun disamping bermodal semangat juang 45 yang harus tetap dijaga, mental juara juga harus ditingkatkan. Mati satu tumbuh seribu.
Dan dalam hal yang terakhir ini Timnas U-19 masih ada plus dan postifnya.
Pribadi yang rendah diri, tahu “unggah-ungguh” dan menghargai. Dan yang paling penting, selalu bergantung, berdoa dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa.
Karena tanpa anugerah-Nya, tidak akan menjadi apa-apa !

BRAVO TIMNAS U-19 !

BRAVO GARUDA MUDA !

You may like these posts